Review Film ‘Girl, Interrupted’ (1999)


Halo ^_^ Aku balik lagi bawa review film. Kali ini film yang aku review adalah film bermuatan gangguan mental yang berjudul ‘Girl, Interrupted’


Film ini aku tonton pas detik-detik sebelum 2018. Biasalah, jomblo T^T daripada ngenes, lebih baik nonton film ‘kan? wkwkwk. 


Oke, jadi seperti yang aku bilang sebelumnya, film ini membahas tentang gangguan mental. Di awal cerita aku dibuat bingung sama alurnya. Kayak maju-mundur gitu. Tiba-tiba pas si tokoh utama lagi bicara trus diem, mendadak muncul adegan masa lalunya. Gara-gara ini aku menganggapnya si tokoh utama ini menderita skizofrenia, tapi, kalo skizofrenia itu ‘kan dia berhalusinasi kalau dia melihat orang yang sebenernya nggak ada. Tapi si tokoh utama ini kayak lagi melamun trus dia kepikiran masa lalunya, intinya pas lagi bengong dia itu flashback sampe nggak sadar sekitar. 

Trus pas lagi konsultasi sama psikiater, dia itu nggak percaya kalau dia (diduga) baru saja melakukan bunuh diri. Pokoknya ngebingungin deh bagian awal cerita. Pokok yang aku tahu, setelahnya dia dibawa ke rumah sakit jiwa dengan kebutuhan untuk tidur nyenyak doang. 

Awalnya si tokoh utama ini nggak suka banget tinggal di rumah sakit jiwa. Dia ngga merasa gila, jadi kenapa harus dibawa ke rumah sakit jiwa? Di Claymoore Hospital itu, dia disambut oleh seorang perawat berkulit hitam bernama Valerie. Suster inilah yang ngurusin dia selama di rumah sakit jiwa itu. 

Karena nggak merasa gila, si tokoh utama, Susanna, jadi anti sosial dan lebih memilih tidak berteman dengan siapa pun. Tapi karena Lisa (pasien veteran di rumah sakit itu) yang terus ngedeketin dia, akhirnya dia pun mulai membuka diri dan berteman dengan Lisa, Polly, dan pasien lainnya. 

Susanna, Lisa, Polly, dkk, iseng masuk ke ruang dokter untuk melihat hasil diagnosis mereka. Susanna didiagnosis mengidap Borderline Personality Disorder dan dikatakan memiliki sifat promiscuous, yaitu sebuah abnormalitas seksual, dimana pengidapnya ini adalah orang-orang yang melakukan hubungan seks secara bebas dengan siapa pun , terang-terangan dan tanpa malu-malu, dikarenakan didorong oleh nafsu 
seks yang tidak wajar. 



Nah, setelah Susanna tahu apa gangguan mental yang dideritanya, dia justru menjadi pribadi yang pemberontak. Dia bersama Lisa kabur dari rumah sakit untuk pergi ke Florida. Tapi mereka menginap semalam di rumah Daisy, pasien di Claymoore Hospital yang sudah dinyatakan sembuh. 

Di rumah Daisy inilah, masalah pun terjadi. Lisa yang didiagnosis sosiopat, membuka semua rahasia yang selama ini ditutupi Daisy. Ceritanya, Daisy itu sebenernya belum sembuh, soalnya dia masih ketergantungan obat. Dan, Daisy punya hubungan khusus dengan ayahnya kayak sepasang kekasih. Lisa mendapati banyak bekas goresan pisau di lengan Daisy. 

Karena kata-kata Lisa yang menyinggung Daisy inilah, keesokan harinya, Susanna menemukan Daisy gantung diri di kamar mandi. Susanna yang awalnya sangat menyukai Lisa mendadak menjauhi Lisa karena kematian Daisy itu. Semenjak saat itulah Susanna bertekad untuk sembuh dan berusaha untuk tidak ikut-ikutan tingkah liar Lisa lagi. 

Begitulah ceritanya. Cerita ini diangkat dari novel dengan judul yang sama, dimana penulisnya, Susanna Kaysen, mengungkapkan kisah nyatanya saat tinggal di rumah sakit jiwa dan mengenai ketidakadilan terhadap wanita di tahun 60-an. Awalnya aku pikir ceritanya bakal nakutin, tapi ternyata cukup santai. Kupikir bakal ada kekerasan fisik dan sejenisnya, tapi enggak kok. Meskipun nggak ada kekerasan fisik, film ini nggak cocok ditonton oleh anak-anak di bawah 18 tahun. Mengandung bahasan yang sensitif, dan kata-kata yang kurang pantas. 

Sekian, maaf kalau ada salah-salah kata. Akhir kata, film ini recommended banget buat kamu-kamu yang suka film barat bertema psikologi, asalkan kamu udah cukup umur. []